Selasa, 16 April 2019

NDALEM KALITAN KOTA SOLO

Terispirasi dengan sosok ibu Negara Tien soeharto membuat saya terniang dengan masa lalu ketika masa orde baru, perjalanan saya kali ini akan bertandang ke kota solo.
Dimulai dengan cerita beberapa hari sebelumnya saya sudah menyiapkan segala sesuatunya dari mulai tiket kereta sancaka dari jombang turun di stasiun solo balapan hingga penginapan lumayan murah yang saya boking lewat online sampai rute mana saja yang mau saya kunjungi.
Dalem Kalitan merupakan rumah peninggalan Sunan Paku Buwono X yang pada tahun 1874 diberikan kepada putri sulungnya, Kanjeng Gusti Ratu Alit. Karena itulah, rumah tersebut dikenal dengan nama Kalitan. Sejak 1960an, rumah tersebut dibeli dan menjadi kediaman turun-temurun dari Prawironegoro yang merupakan saudara dari Kanjeng Pangeran Sumoharyono, orangtua Tien Soeharto, istri Presiden Kedua Indonesia, Soeharto.

 Orangtua Tien Soeharto masih kerabat dari Keraton Mangkunegaran. Mereka adalah KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo.
Hari Minggu 28 April 1996 sekitar pukul 05.10 WIB, Indonesia berkabung. Ibu Tien meninggal di RSPAD Gatot Subroto, Bermula ketika Ibu Tien Tien mengunjungi sentra pembibitan buah di Taman Buah Mekarsari. Sedangkan Seoharto, pada saat itu, Sabtu, 27 April 1996, berada dalam perjalanan pulang dari kawasan perairan sebelah barat Anyer, Jawa Barat, setelah memancing bersama rombongan.

Soeharto berangkat memancing, Jumat, 26 April 1996. Tak seperti biasanya, hanya dua ekor ikan dapat ditangkap. "Ini kok tidak seperti biasanya," celetuk Soeharto saat itu. Sore hari, cuaca mendadak semakin tidak bersahabat, sehingga Soeharto dibawa ke kapal TNI AL yang lebih besar.
Karena gelombang makin besar dan angin berembus kencang, dengan alasan keselamatan, semua tamu penting pindah ke kapal AL. Setelah badai reda, pagi harinya Soeharto kembali ke Jakarta. Ketika Soeharto bertemu Ibu Tien pada Sabtu sore, suasana berlangsung seperti biasa. Hanya saja, Ibu Tien Tien harus banyak beristirahat karena kelelahan. Sekitar pukul 04.00, Ibu Tien Tien mendapat serangan jantung mendadak.

Ibu Negara tersebut tampak sulit bernafas. Dalam kondisi genting segera diputuskan membawa Ibu Tien ke RSPAD Gatot Soebroto, tempat beliau sebelumnya beberapa kali menjalani pemeriksaan.
Dokter kepresidenan, Hari Sabardi, memberi bantuan alat pernafasan. Saat itu, selain Soeharto, Tommy dan Sigit Hardjojudanto ikut mendampingi Ibu Tien.
Pada saat-saat terakhir itu Pak Harto mendapingi Ibu Tien di rumah sakit. Soeharto, nampak dirundung kesedihan mendalam. Bagaimana tidak, Ibu Tien adalah sosok yang mendampingi Soeharto selama puluhan tahun.
 Kejadian aneh saat Soeharto memancing di perairan sebelah barat Anyer baru disadari Soeharto sebagai firasat setelah beberapa hari meninggalnya Ibu Tien Tien Soeharto
Ibu Tien meninggal dunia pada Minggu, 28 April 1996, jam 05.10 WIB pada usia 72 tahun. Soeharto sangat merasa terpukul atas kematian Ibu Tien.
Ibu Tien dimakamkan di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah, pada 29 April 1996 sekitar pukul 14.30 WIB. Upacara pemakaman tersebut dipimpin oleh inspektur upacara yaitu Ketua DPR/MPR saat itu, Wahono dan Komandan upacara Kolonel Inf G. Manurung, Komandan Brigif 6 Kostrad saat itu.

Sedangkan sebelumnya saat pelepasan almarhumah, bertindak sebagai inspektur upacara, Letjen TNI (Purn) Ahmad Taher dan Komandan Upacara Kolonel Inf Sriyanto, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura zaman itu. Setelah kedua orangtua Tien Soeharto wafat, dalem Kalitan difungsikan sebagai tempat berkumpul keluarga. Pohon beringin yang berusia puluhan tahun di halaman depan menambah nuansa sejuk kediaman itu. Halaman depan tersebut juga sering dimanfaatkan masyarakat untuk beraktifitas, tak terkecuali untuk berjualan.

 Bagi masyarakat yang ingin bertandang ke ndalem kalitan, diwajibkan absen dan meninggalkan kartu identitas di kantor penjagaan yang berlokasi di sebelah kanan pintu masuk. Setelahnya, pengunjung bisa menikmati bagian demi bagian Dalem Kalitan. Dalem Kalitan terdiri dari tiga bagian. Yaitu pendopo, ruang tengah atau pringgitan dan senthong (ruang tidur). Pertama, bagian pendopo yang terbuka di keempat sisinya ditopang empat saka guru dan tiang-tiang pendukung lainnya. Di ujung pendopo terdapat pintu masuk kayu jati berukir elok dengan empat daun pintu, yang diapit foto Soeharto di sebelah kanan dan Tien Soeharto di sebelah kiri. Sementara di tembok samping kanan juga terpasang foto keduanya yang didampingi 5 anak dan 4 menantu. Sedangkan di samping kiri terdapat seperangkat gamelan jawa, yang tertutup rapi dengan kain hijau.

Pendopo ini kerap menjadi lokasi kegiatan-kegiatan yang digelar Keluarga Soeharto. Bergeser ke ruang di belakang pendopo, ruang tengah, pengunjung dapat menyaksikan sejumlah benda koleksi, penghargaan, dan kenang-kenangan dari berbagai pihak untuk Presiden Soeharto, maupun sang istri. Terdapat pula sertifikat gelar pahlawan untuk Tien Soeharto yang dibingkai dan ditempelkan di dinding.

Beberapa hari setelah Ibu Tien Tien Soeharto meninggal dunia, Minggu, 28 April 1996, sekitar pukul 05.10 WIB, beredar isu di masyarakat yang menyebut the first lady tersebut karena dua anak lelakinya bertengkar memprebutkan proyek mobil nasional.
Bambang Trihatmojo dan Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) dkabarkan terlibat baku tembak. "Sebuah tembakan diisukan mengenai Ibu Tien. Itu adalah rumor dan cerita yang sangat kejam serta tidak benar sama sekali," ujar Jenderal Polisi Purn Sutanto, mantan ajudan Presiden Soeharto 1995-1998, dalam buku Pak Harto The Untold Stories, terbitan Gramedia Pustaka Utama.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut merupakan saksi hidup detik-detik meninggalnya Ibu Tien Tien Soeharto. "Saya saksi hidup yang melihat Ibu Tien terkena serangan jantung medadak, membawanya ke mobil, dan terus menunggu di luar ruangan saat tim dokter RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) melakukan upaya medis," kata Sutanto.

Saat ini kondisi Dalem Kalitan masih sangat terawat. Sama seperti Astana Giribangun, tempat ini juga sering dikunjungi warga dari berbagai daerah di nusantara. Selain karena sejarahnya, dalem Kalitan memiliki sejumlah pohon langka di antaranya, sawo kecik dan kepel. Menurut salah seorang penjaga Dalem Kalitan, putra-putri Soeharto masih menyempatkan singgah saat akan ziarah ke Astana Giribangun. Namun yang paling sering adalah Mamiek Soeharto yang kerap menginap.


http://pariwisatasolo.surakarta.go.id/wisata/dalem-kalitan-peninggalan-sunan-paku-buwono-x

Senin, 15 April 2019

JENDRAL BESAR H.M SUHARTO DAN DESA KEMUSUK YOGYAKARTA

Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya di dalam kisah SATU NAFAS JENDRAL SUDIRMAN sebelum saya berziarah ke TAMAN MAKAM PAHLAWAN KUSUMA BANGSA di yogyakarta saya berkunjung terlebih dahulu ke dusun dimana Jenderal Besar TNI (Purn.) H. M. Soeharto dilahiran di Kemusuk, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun, mari kita simak bersama.
Sebenarnya tentang dusun kemusuk sudah tidak asing lagi di telingaku, sewaktu kecil aku mendapatkan cerita nenek dari bapakku tentang sosok suharto kebetulan kerabat kami di kebumen merupakan keluarga besar kraton yogyakarta sehingga sudah biasa jika ada yang bercerita tentang masa kecil presiden suharto.

 Bapak saya juga sekolah di yogyakarta tepatnya di SPK gondomanan dan cerita tentang dusun kemusuk adalah hal lumrah bagi keluarga kami.
Dari situlah timbul keinginan untuk sekedar berkunjung ke sana supaya pengalaman saya bertambah bukan saja dari cerita ke cerita namun kunjungan ini membuat saya semakin memahami siapa sosok presiden indonesia ke dua H.M.Soeharto semasa kecilnya dulu.

Tak ada salahnya jika keinginan saya bisa terwujud saat itu sepulang dari jawa timur kami mampir di yogyakarta turun di stasiun lempuyangan naik GRAB langsung menuju desa kemusuk, dan itu adalah pengalaman yang mengesankan seperti mengulangi kembali masa laluku.

Sekarang kita akan mengenal sedikit demi sedikit tempat kelahiran Jenderal Besar TNI (Purn.) H. M. Soeharto

Kemusuk adalah sebuah dusun yang terletak di desa Argomulyo Kecamatan sedayu, kabupaten bantul yogyakarta, indonesia. Dusun ini merupakan tempat lahir presiden kedua indonesia suharto Di dusun ini juga terdapat makam Sukirah, ibu dari Soeharto.
 
Desa atau lebih tepat dengan julukan sebuah kota mini, dengan luas 953 Km2, berpenduduk 10.661 jiwa dengan Kepala Desa R. Noto Soewito, memang tak henti-hentinya terus membenahi diri. Sehingga bukan suatu hal yang mustahil desa yang berjarak 10 Km sebelah barat Yogyakarta ini beberapa kali berhasil tampil sebagai juara pertama dan kedua lomba desa, baik tingkat Provinsi maupun untuk tingkat Kabupaten. “Bahkan pada Februari 1991 menurut rencana desa Argomulyo akan digunakan sebagai ternpat pencanangan LMD tingkat nasional “

Kemusuk seperti juga sebagian besar wilayah Kecamatan Sedayu sebelum Tahun 1946 merupakan bagian dari Kawedanan Godean (Sekarang menjadi Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman). Oleh karena itu tak mengherankan jika beberapa pihak menulis Soeharto lahir di Kemusuk, Godean, Sleman. Kemusuk dibagi ke dalam dua padukuhan yakni Kemusuk Kidul dan Kemusuk Lor.

 
Desa Argomulyo sendiri merupakan gabungan dusun dari 4 desa. Seperti Desa Kemusuk yang membawahi Dusun Puluhan, Kemusuk Lor, Kemusuk Kidul dan Srontakan, Desa Pedes membawahi Dusun Pedes, Panggang, Karanglor dan Surobayan. Desa Plowanan membawahi Dusun Samban, Watu dan Sengon Karang. Sedangkan Desa Kali Beret membawahi Dusun Kali Urang dan Kali Beret.

Fasilitas pendidikan di sini tumbuh bagaikan jamur di musim hujan pada saat sekarang ini. Misalnya, di desa tersebut berdiri Universitas Wangsa Manggala yang kini telah berusia sekitar tiga setengah tahun dengan para mahasiswanya, berasal dari berbagai penjuru tanah air. Belum terhitung fasilitas pendidikan lainnya, baik setingkat SLTA, SLTP, SDN dan Taman kanak-kanak, dengan sarana pendidikan sekitar 23 gedung.

Selain didirikan sekolah umum seperti SMA dan SMP, dibuka pula sekolah-sekolah kejuruan. Dengan tujuan untuk memberikan keseimbangan antara kepandaian dan ilmu. Maka dibukalah STM dan SPMA atau SPP.

Kemusuk juga menjadi saksi atas kekejaman Belanda pada Agresi Militer Belanda II. Belanda memburu Soeharto ke desa Kemusuk, tetapi tidak menemukannya sehingga pasukan Belanda merasa kecewa dan marah. Hingga seorang kepala keamanan kampung yang bernama Joyo Wigeno ditangkap, dan dipaksa menunjukkan lokasi persembunyian keluarga H.M.Suharto Siang hari persis jam tiga pada 8 Januari 1949 hari Jumat Kliwon, Belanda mengadakan pembersihan di desa Kemusuk. Setiap laki-laki, terutama pemuda yang ditemukan Belanda, ditembak mati. Pada pembersihan tersebut 23 orang pemuda ditembak mati.

Desa yang semula merupakan daerah terpencil, terutama di sekitar tahun-tahun 1950-an sampai 1960-an kini telah menjadi daerah yang terbuka. Kendaraan umum, seperti bis maupun truk pengangkut barang bisa meluncur dengan tenangnya di atas ja1an aspa1 yang membe1ah desa itu sepanjang kurang lebih 7 Km dari pertigaan Pedes (tepi jalan raya Yogyakarta Purworejo) sampai ke Kecamatan Godean.

Beberapa hari paska Serangan Umum 1 Maret 1949 Belanda kembali datang, dan mengepung Desa Kemusuk. Belanda kembali melakukan pembersihan yang memakan korban 202 orang termasuk termasuk 62 orang anggota Brimob yang sedang berhenti di Desa Kemusuk. Turut juga menjadi korban adalah R. Atmoprawiro, ayah kandung Probosutedjo, dan ayah tiri Soeharto. R. Atmoprawiro ditembak Belanda tepat di kepala saat sedang berlari di pematang sawah menghindari kepungan Belanda. Untuk mengenang tragedi Kemusuk maka dibangunlah monumen Setu Legi di Desa tersebut.



Sumber : 
  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kemusuk,_Argomulyo,_Sedayu,_Bantul
  2. http://soeharto.co/argomulyo-desa-kelahiran-pak-harto/
  3. PELITA (08/06/1990)
  4. Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 476-482

Minggu, 14 April 2019

JEJAK PERJALANAN SUKARNO DI NDALEM POJOK KEDIRI

NDALEM POJOK SEJARAH KUSNO MENJADI SUKARNO



Sekilas aku teringat dengan masa kecilku yang waktu itu sedang sakit demam dan sedang berada di desa kasihan kecamatan tegalombo pacitan jawa timur di rumah nenek dari ibuku saat di kisahkan kepadaku sosok presiden pertama indonesia yang memiliki nama Ir.Soekarno dengan sejarah kediri dimana ada sebuah rumah di mana Ir.sukarno memiliki kisah yang membuatku terkesan.

Berawal dari cerita tersebut aku mencari informasi ulang dari dunia maya dan buku yang aku baca maka tercetuslah keinginanku untuk berkunjung ke sana, dan rencanapun di susun dengan rapi.
Ketika aku berkunjung ke pesantren tebuireng cukir jombang jawa timur untuk menjenguk anak laki lakiku yang sedang belajar di sana aku sempatkan sebelum pulang untuk sekedar silahturahmi ke ndalem pojok kediri, kami naik kendaraan umum yang lewat di depan penginapan hidayah untuk menuju kediri dan menggunakan mobil sewaan GRAB untuk mencapai lokasi ndalem pojok tersebut.

Sekarang mari kita buka bersama sejarah apa yang tersimpan di ndalem pojok yang kita kenal sebagai situs warisan presiden sukarno di waktu dulu, begini ringkasan ceritanya.


Pojok adalah desa yang berada di kecamatan wates, kabupaten kediri jawa timur indonesia. Desa ini terkenal sebagai salah satu destinasi wisata Kebangsan di Jawa Timur karena masyarakatnya selalu aktif mengadakan peringatan-peringatan Hari-Hari Besar Nasional. Mulai dari hari Sumpah Pemuda, Hari Kemerdekan Bangsa Indonesia, Hari Kartini, Hari Kebangkitan Nasional, Hari Pendidikan Nasional, Hari Pahlawan Nasional dan lain-lain.


Situs Ndalem Pojok merupakan rumah dari R.M Soemosewoyo. Beliau adalah ayah angkat atau masih kerabat dari ayahanda Ir. Soekarno. Lokasinya berada di Dusun Krapyak, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kediri, Jawa Timur. Rumahnya berada cukup jauh dari jalan raya utama yang menghubungkan Wates dan Ngancar.


Desa Pojok termasuk salah satu desa yang cukup bersejarah di Indonesia, di desa ini ada sebuah tempat sejarah rumah masa kecil Presiden Soekarno yang dikenal dengan nama situs Ndalem Pojok Persada Soekarno Kediri. Ditempat inilah terjadinya pergantian nama Koesno menjadi Soekarno seperti yang pernah di singguh didalam buku biografi Bung Karno “Penyambung Lidah Rakyat” karya wartawan Amerika Cindy Adams.

Penggantian nama tersebut diceritakan merupakan bagian dari syarat mengobati Koesna Namun, karena sering sakit, malaria dan disentri, ketika berumur 11 tahun yang diajukan oleh R.M Soemosewoyo. Syarat lainnya adalah Koesna diambil menjadi anak angkat. Sejak itu, Soekarno kecil menghabiskan sebagian waktunya di desa tersebut.

Dikutip dari wikipedia, nama Karno diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".

Rumah ndalem Pojok ini pada tanggal 28 Oktober 2015 telah ditetapkan oleh Yayasan Bung Karno Jakarta sebagai situs persada sukarno yang ke IV

Situs Ndalem Pojok merupakan bangunan yang sangat sederhana. Yaitu rumah khas Joglo yang material pembuatannya sebagian besar berupa bambu dan kayu. Rumah ini berdiri di atas lahan seluas hampir 1 hektar. Di bagian depan terdapat pohon Kantil atau Kenanga berukuran besar yang ditutupi kain motif kotak - kotak

Sabtu, 13 April 2019

BIOGRAFI JENDRAL BESAR SUDIRMAN

SATU NAFAS JENDRAL SUDIRMAN


Bulan ini setelah aku berkunjung ke jombang jawa timur tempat anak aku menuntut ilmu aku sempatkan membuat rencana untuk sekedar mampir ke yogyakarta.

Rencana pertamaku berkunjung ke Desa kemusuk tempat presiden suharto dilahirkan dan yang kedua mampir ke Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Yogyakarta dengan naik kendaraan sewa Grab.

Namun sekarang kita mengenal dulu siapa sosok Jendral sudirman mari kita simak bersama Siapa sebenarnya sosok Jenderal Besar Raden Sudirman yang lahir 24 Januari 1916 dan meninggal 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi.

Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah. Saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi, dan dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam.
 
Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor.

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat.

Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo, dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember.


Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati –yang turut disusun oleh Soedirman – dan kemudian Perjanjian Renville yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosis-nya; karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.

Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer IIuntuk menduduki Yogyakarta. Pada saat pemimpin-pemimpin politik berlindung di kraton sultan, Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilyaselama tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu.
Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949.
 
Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.


https://id.wikipedia.org/wiki/Soedirman

PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN PACITAN