Sabtu, 13 April 2019

BIOGRAFI JENDRAL BESAR SUDIRMAN

SATU NAFAS JENDRAL SUDIRMAN


Bulan ini setelah aku berkunjung ke jombang jawa timur tempat anak aku menuntut ilmu aku sempatkan membuat rencana untuk sekedar mampir ke yogyakarta.

Rencana pertamaku berkunjung ke Desa kemusuk tempat presiden suharto dilahirkan dan yang kedua mampir ke Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Yogyakarta dengan naik kendaraan sewa Grab.

Namun sekarang kita mengenal dulu siapa sosok Jendral sudirman mari kita simak bersama Siapa sebenarnya sosok Jenderal Besar Raden Sudirman yang lahir 24 Januari 1916 dan meninggal 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi.

Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah. Saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi, dan dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam.
 
Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor.

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat.

Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo, dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember.


Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati –yang turut disusun oleh Soedirman – dan kemudian Perjanjian Renville yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosis-nya; karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.

Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer IIuntuk menduduki Yogyakarta. Pada saat pemimpin-pemimpin politik berlindung di kraton sultan, Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilyaselama tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu.
Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949.
 
Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.


https://id.wikipedia.org/wiki/Soedirman

PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN PACITAN

PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN PACITAN

Tanggal 09 September 2014 hari itu aku sedang melanjutkan pekerjaan yang sedang aku kerjakaan beberapa hari yang lalu, aku sedang merusaha memindahkan Gorong gorong berukuran 1 meter yang sudah tertanam di saluran air dan memindahkan ke tempat di mana aku akan membuat jalan baru masuk ke dalam halaman rumahku, terus terdengar handphone berbunyi tapi aku tidak mengindahkannya karena kondisi berat sendirian memindahkan benda terbuat dari semen berukuran 1 X 1 meter dengan berat lebih dari 80 Kg maka aku biarkan wulan istriku yang mengangkatnya.
Dari jauh wulan memanggilku karena ada sesuatu yang penting yang harus aku ketahui, dan segeralah aku mendekat bahwa hari itu di kabarkan Adik aku yang berada di pacitan telah meninggal dunia setelah melahirkan anak kembar, saat itu aku masih bingung adik aku yang mana dalam hatiku namun aku coba tenangkan diri dan berusaha berpikir jernih.

Tanggal 10 September 2014 aku dan kedua orang tuaku berangkat dari Kota kelahiranku Cilacap berangkat ke kota pacitan mulai pukul 07.00 kami melalui jalur selatan dari cilacap, kebumen, yogyakarta, wonogiri dan sampailah kami di pacitan sekitar pukul 17.00 WIB sesampainya di pacitan tepatnya jalan Iskandar Dinata aku masih berpikir dengan apa yang sudah terjadi dan isi otak aku seperti tidak bisa menemukan apapun kosong hampa dan sunyi.

Aku coba pecahkan suasan beku ini dengan telpon wulan istriku kalau kami bertiga sudah sampai dengan selamat di kota pacitan.
Setelah mandi aku dan kedua orang tuaku di temani pak dhe Suratno pergi mencari makan di luar karena di rumah teralu rame dengan acara Tahlil yang sedang berlangsung, sampai di situ pikiranku masih kosong siapa kah gerangan dia adik aku yang baru saja meninggalkanku.

Aku dan keluarga sedang menikmati sajian Ayam goreng di depan Rumah Presiden Susilo bambang yudhoyono kami bercanda tanpa ada beban apapun seperti dulu waktu masih kecil di pacitan yang kusayangi.


Dari situ aku mulai teringat bahwa kedua orang tuaku menikah di pacitan dan aku dilahirkan di
cilacap namun sebelum aku masuk Taman kanak kanak aku sempat tinggal di pacitan sejak usiaku 7 hari dan semua itu mengingatkanku dengan ibu almarhum adik aku di mana dulu aku tidak minum Air susu dari ibu kandungku namun dari wanita yang aku kenal namanya Sumarni kakak kandung ibu kandungku Tatik sumiati.

Ingatanku mulai pulih dan kami putuskan untuk pergi ke alun alun  pacitan di sana aku pesan wedang ronde dan menikmati bersama keluarga sambil teringat dengan masa laluku namun belum bisa mengatakan sepatah katapun aku baru meraba isi pikiranku dan hatiku.

Hingga malam menunjukan pukul pukul 21.00. WIB kami sekeluarga beranjak pulang di rumah aku masih berkelahi dengan perasaan dan isi pikiranku siapa sebenarnya aku, yang membuatku tidak bisa tidur sampai menjelang pagi, setelah sarapan aku dan keluarga berangkat berziarah ke makam nenek dan kakek di desa Kasihan kecamatan Tegalombo kabupaten pacitan.

Dari sini semua mulai terasa ada yang mengganjal hatiku namun dengan tenang aku menemani ibuku yang notabene di lahirkan di desa KASIHAN Kec Tegalombo Kab pacitan untuk berziarah ke makam kedua orang tuanya yang juga kakek dan nenek aku, di depan makam nenek aku mulai sadar siapa adik aku yang dari kemarin mengganggu pikiranku dia yang sering bermain bersama denganku.

Aku tidak menyerah aku tetap mencari dalam hatiku siapakah engkau yang telah ada di hatiku sebelum aku tahu isi hatiku dan aku ingat satu nama yang familier bagiku HERLIN itu namanya.

Setelah selesai kami berziarah kami langsung pulang ke cilacap melalui jalur yang sama di maka kami datang dan di batas kota aku hanya berpikir semoga tuhan mengampuni segala dosa dan perbuatanmu dan menerima semua amal dan kebaikanmu hingga tanpa terasa aku sampai di wonogori.

Itulah pacitan yang aku kenal dan aku baru menginjakan kakiku kembali di pacitan sejak tahun 1992 setelah aku lulus Seolah dasar dan di tahun 2014 aku baru sampai kembali di pacitan jadi wajar saja banyak sekali memory dan kenangan yang hanyut terbawa waktu.
 
Sekarang kita mengenal sedikit demi sedikit siapa sebenarnya bapak Presiden ke 6 INDONESIA ini yang memiliki kenangan yang sama denganku di pacitan.

Beliau di kenal dengan nama Jenderal (HOR.) TNI (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono GCB AC (lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia, 9 September 1949; umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004 hingga 20 Oktober 2014.Ia adalah Presiden pertama di Indonesia yang dipilih melalui jalur pemilu. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004.

Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono. Sejak era reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk periode kedua.

Yudhoyono yang dipanggil "Sus" oleh orangtuanya dan populer dengan panggilan "SBY", melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan militer. Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999, dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat.

Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000. Pada Pemilu Presiden 2004, keunggulan suaranya dari Presiden Megawati Soekarnoputri membuatnya menjadi presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat Indonesia. Hal ini dimungkinkan setelah melalui amendemen UUD 1945.


Ia lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari silsilah ayahnya dapat dilacak hingga Pakubuwana serta memiliki hubungan dengan trah Hamengkubuwana II.

Seperti ayahnya, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan putri ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965.

Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1978) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1980).



Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997, dan Akademi Militer Indonesia tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung, Jawa Barat.


Agus menikah dengan Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan. Sejak pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar magister di Institute of Defense and Strategic Studies, Singapura.

Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun 2005 dari Curtin University of Technology di Perth, Australia Barat.